Senin, 04 Juni 2012

Memandang Cinta Dari Cermin Hati

Assalamualaikum waruhmatullahi wabarokatuh

بِسْــــــ...ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ


Ketika hati mendapatkan kedamaian dengan yang dicintai,
Mana mungkin ia menghendaki lainnya?
Sekali bunga teratai dibelai kehangatan matahari,
Akankah ia menginginkan rembulan?
Ketika jiwa dahaga akan seteguk air jernih, tak ada gunanya gula.
Tempat Cinta adalah hati, dan hati adalah emas murni.
Keagungan ilahiah menggosoknya dengan menatapnya,
Menjadikan terang dan murni.
Jejak-jejak cahaya keindahan Cinta tiada terperi muncul dalam cermin
keshalehan hati.
Cinta manusiawi hidup melalui Cinta ilahi ...


Ketika engkau mencintai wanita , genggamlah hatinya karena ia adalah "kunci emas" kasih sayang Ilahi yang dapat menahan derasnya hujan-badai, panas -teriknya mentari, dan silau emas -permata.


Ketika engkau membelai rambutnya yang berkilau, berbahagialah sebab cinta telah menyegarkan dirimu dengan keharuman surga.

Ketika engkau menggenggam tangannya dengan genggaman kasihmu , maka rasakanlah kelembutan jemari-jemari Ilahi yang telah memayungi hatimu dari keresahan dengan senandung kedamaian.

Ketika engkau mendengar suaranya yang teduh menenteramkan bathinmu , berbahagialah sebab cinta sedang memandang dari kedalam jiwa, bersenandung bersama kicau burung dan kecantikan putik-putik bunga.

Ketika engkau melihatnya tersenyum , maka berbahagialah karena cinta telah membasuh luka hati dengan senandung air mata kebahagiaan dan tangis rindu.

Ketika engkau melihat sepasang matanya yang indah , berbahagialah karena engkau telah menterjemahkan segala rahasia hati yang bersemayam didalam bathinnya.

Ketika engkau mendengar dirinya bersenandung ,ikutlah bernyanyi bersamanya, karena tidak ada ungkapan yang kasih yang lebih indah-dari ungkapan; yang keluar dari sepasang insan yang sedang dilanda badai asmara.

Ketika engkau melihat cinta dengan hasrat kasih Ilahi , maka berbahagialah karena kidung semesta telah merestui dan memberkati ladang-ladang Ilahi dari hujan yang turun dari kesucian langit

Karena apalah artinya cinta -selain kesejatiannya , cinta telah bahagia dengan mahkota keabadiannya , cinta tidak memerlukan apapun selain darinya , karena cinta telah cukup untuk cinta -ia takkan pernah pudar , selamanya berpijar, serta bersemayam dikedalaman jiwa -setiap insan yang terberkati oleh-Nya.

Jika kau merasa lelah dan tak
berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia..
Allah SWT tahu betapa keras engkau sudah berusaha.

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan
hatimu masih terasa pedih.
Allah SWT sudah menghitung air matamu.

Ketika kau fikir bahwa hidupmu
sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berjalan begitu saja.
Allah SWT sedang menunggu bersamamu.

Ketika kau berfikir bahwa kau sudah mencoba
segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi..
Allah SWT sudah punya jawabannya.

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal
dan kau merasa tertekan.
Allah SWT dapat menenangkanmu.

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu
terlalu sibuk untuk menyapamu
Allah SWT selalu berada disampingmu.

Ketika kau mendambakan sebuah cinta sejati
yang tak kunjung datang..
Allah SWT mempunyai Cinta dan Kasih yang
lebih besar dari segalanya dan Dia telah
menciptakan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupmu kelak.

Ketika kau merasa bahwa kau mencintai seseorang,
namun kau tahu cintamu tak terbalas.
Allah SWT tahu apa yang ada di depanmu dan
Dia sedang mempersiapkan segala yang terbaik untukmu.

Ketika kau merasa telah dikhianati dan dikecewakan.
Allah SWT dapat menyembuhkan lukamu dan membuatmu tersenyum.

Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak- jejak harapan.
Allah SWT sedang berbisik kepadamu.

Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin
mengucap syukur. Allah SWT telah memberkahimu.

Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban.
Allah SWT telah tersenyum padamu.

Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk digenapi.
Allah SWT sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu.

Ingat dimanapun kau atau kemanapun kau
menghadap. Allah SWT Maha Mengetahui…

Jumat, 25 Mei 2012

Penjelasan Singkat Tentang 99 Nama Allah


Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah mencantumkan dalam kitabnya yang mashur di kalangan masyarakat muslimin di Negara kita, Bulughul Marom sebuah hadits yang statusnya Muttafaqqun ‘Alaih yang sangat sarat makna dan Faidah di dalamnya. Hadits tersebut diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh radhiyallahu anhu, Beliau Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلمقَالَ « إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »
Bahwasanya Rasulullah  ` berkata : “Sesungguhnya milik Allah 99 nama, barang siapa yang mengahsho[i] nya maka pasti masuk surga”.[ HR. Bukhory no. 2736, 7392, Muslim no. 6989.]

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah setelah menyampaikan hadits ini dalam Bulughul Marom Beliau mengatakan bahwa At Tirmidzi, Ibnu Hibban telah membawakan riwayat tentang nama-nama tersebut namun sebenarnya nama-nama tersebut statusnya adalah mudrodz/sisipan[ii] dari perowi dan bukan Sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini juga disetujui oleh Ibnu Hazm, Abu Bakar bin Al’Arobi[iii] , Ibnu Athiyah, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar dan para ulama lainnya bahkan hal ini dinilai sebagai ijma’ ulama hadits oleh Ash Shon’ani di Subulus Salam[iv]. Tambahan matan yang berstatus sebagai mudrodz dalam riwayat Tirmidzi adalah :
« إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ »
“Sesungguhnya hanya milik Allah 99 nama (yang husna, pent.). Barangsiapa yang ihsho terhadap nama tersebut maka pasti akan masuk surga. Nama-nama Allah U tersebut adalah : Allah yang tiada ilah yang benar disembah kecuali Dia. Al Malik, Al Quddus, As Salam, Al Mu’min, Al Muhaimin, Al Aziz, Al Jabbar, Al Mutakabbir, Al Kholiq, Al Baari’, Al Mushowwiru, Al Ghoffar, Al Qohhaar, Al Wahaab, Ar Rozzaaq, Al Fattaah, Al ‘Alim, Al Qoobidh, Al Baasith, Al Khoofidh, Ar Roofi’, Al Mu’izzu, Al Mudzillu, As Samii’, Al Bashiir, Al Hakam, Al ‘Adlu, Al Lathiif, Al Khobiir, Al Haliim, Al ‘Adzim, Al Ghofuur, Asy Syakuur, Al ‘Aliyu, Al Kabiir, Al Hafidz, Al Muqiit, Al Hasiib, Al Jaliil, Al Kariim, Ar Roqiib, Al Mujiib, Al Wasi’, Al Hakiim, Al Waduud, Al Majiid, Al Baa’its, Asy Syahiid, Al Haqq, Al Wakiil, Al Qowiyy, Al Matiin, Al Waliy, Al Hamiid, Al Muhshi, Al Mubdi’u, Al Mu’iid, Al Muhyi, Al Mumiit, Al Hayyu, Al Qoyyum, Al Waajid, Al Maajid, Al Waahid, Ash Shomad, Al Qoodir, Al Muqtadir, Al Muqoddim, Al Muakhir, Al Awwal, Al Akhir, Adh Dhoohir, Al Baathin, Al Waaliy, Al Muta’aliy, Al Birr, At Tawwaab, Al Muntaqimu, Al Afuwwu, Ar Ro’uuf, Maalik, Al Mulk, Dzul Dzalali wal Ikrom, Al Muqsith, Al Jaami’, Al Ghoniy, Al Maani’u, Adh Dhorru, An Naafi’, An Nuur, Al Haadi, Al Badii’u, Al Baqii, Al Warits, Ar Rosyiid, Ash Shobru”. [HR. Tirmidzi no. 3849, Abu ‘Isa At Tirmidzi t mengatakan bahwa hadits ini Syaikh Al Albani t dalam Shohih wa Dhoif Sunan At Ghorib, berkata  Tirmidzi : “Dhoif jika dengan menceritakan asma’ Allah”].[v]
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini :
!     Bolehnya bersumpah dengan nama yang manapun dari nama-nama Allah yang husna/asma’ul husna. Pendapat inilah dhohir pendapat Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah sebagaimana Beliau isyaratkan dengan meletakkan hadits ini sebagai hadits terakhir dalam kitabul aiman/sumpah. Berkata para ahli fikih : “Sumpah yang ada kafarotnya adalah sumpah dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, Ar Rohman, Ar Rohim, ataupun dengan shifat dari shifat-shifat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala miliki. Seperti sumpah dengan Demi Wajah[vi] Allah, Demi KeagunganNya[vii]. Sehingga bersumpah dengan selain nama Allah ataupun shifat-shifatNya tidak ada kafarohnya melainkan termasuk dalam syirik yang pelakunya harus bertaubat sebelum meninggal dunia dan bukanlah hal ini menunjukkan bahwa hal ini adalah hal yang boleh ataupun hal yang sepele. Rasulullah   Berdasarkan sabda Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam :
« مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ »
“Barangsiapa yang hendak bersumpah maka hendaklah dia bersumpah dengan nama Allah jika tidak maka diam”.[ HR. Bukhory no. 6108, HR. Muslim no. 1646.]
Demikian juga sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam :
« مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ »
“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan”.[ HR. Tirmidzi no. 1535, HR. Abu Dawud no. 3251, HR. Al Hakim no. 7923. Hadist ini dishohihSyaikh Al Albani dalam Shohih wa Dhoif Sunan Abu Dawud.] kan
 Hal ini termasuk syirik sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Sholeh Al Fauzan Hafidzahulloh karena bersumpah dengan selain nama-nama Allah merupakan bentuk penyetaraan antara Allah dan mahluk disampinh hal itu tidaklah dilakukan kecuali dengan nama yang padanya ada pengagungan yang pada hakikatnya adalah milik Allah Azza wa Jalla semata.[viii]
Berkata Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu :
“Bersumpah dengan nama Allah dan aku berdusta atas sumpahku lebih aku cintai daripada bersumpah dengan nama selain Allah padahal aku jujur dengan sumpahku itu”.[ix]
 Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan perktaan Sahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu tersebut :
“Karena hasanah/kebaikan yang ada pada tauhid itu lebih agung daripada hasanah/kebaikan yang ada kejujuran, dan kejelekan yang ada pada dusta lebih ringan daripada kejelekan yang ada pada kesyirikan”.[x]
!     Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Berkata : “Para ulama ahli hadits sepakat bahwasanya ta’yin/penentuan satu persatu nama-nama Allah Azza wa Jalla bukanlah hadits dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam”.
!     Abul Wafa’ Muhammad Darwis rahimahullah : “Nama-nama Allah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam jumlah banyak, diantaranya ada yang Allah turunkan dalam kitabNya, ada yang Allah ajarkan kepada NabiNya Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam , ada yang Allah simpan dalam ilmuNya saja karena akal manusia tidaklah mampu mengetahui maknanya, kemuliannya[xi]. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah melalui jalan dari sahabat Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu , Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
« أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ »
“Aku meminta dengan seluruh nama yang Engkau miliki yang Engkau sebut Dirimu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada salah satu mahlukmu, yang engkau turunkan dalam kitabMu, yang Engkau simpan dalam ilmu sebagai hal yang ghoib di sisi”.[ HR. Ahmad no. 3784, hadits ini dishohihkan oleh Al Albani dalam Shohihut Targhib wat Tarhib no. 1822, Maktabah Syamilah.]
!     An Nawawi Asy Syafi’I rahimahullah berkata: “Para ‘ulama sepakat bahwa hadits ini bukanlah pembatasan terhadap nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bukanlah pembatasan bahwasanya tidak ada nama Allah Azza wa Jalla selain yang 99 nama tersebut. Sesungguhnya maksud hadits ini hanyalah nama Allah I itu ada 99 yang barang siapa mengahshonya[xii] maka pasti masuk surga”.[xiii]
!     An Nawawi Asy Syafi’i t berkata: “Yang dimaksud dengan « مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama tersebut serta beramal dengan isi kandungan dari nama tersebut”[xiv].
!     Amirul Mu’minin fil Hadits Abu Abdillah Muhammad ‘Isma’il Al Bukhori t berkata shohihnya : “Yang dimaksud dengan « مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya”[xv]. Dan hal ini dikomentari oleh An Nawawi tsebagai makna dhohir dari sabda Nabi ` « مَنْ أَحْصَاهَا ».[xvi]
!     Ibnu Baththol rahimahullah berkata : “Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim [Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Jalla wa ‘Ala yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi hamba[xvii]. Adapun shifat Allah Azza wa Jalla yang khusus bagiNya semisal Al Jabbar [Yang KehendakNya pasti menang], Al Adziim [Yang Maha Agung] maka kewajiban seorang hamba adalah menetapkan adanya shifat tersebut bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk terhadapnya, dan tidak menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama Allah yang padanya ada makna janji maka kewajiban seorang hamba adalah menambatkan pada hatinya rasa harap terhadapnya, adapun apabila nama-nama tersebut padanya terkandung makna ancaman maka kewajiban seorang hamba adalah menjauhinya, menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan takut yang disertai dengan ilmu”[xviii].
!     Tidak ada satu riwayat yang shahih dari Nabi Shollahu ‘Alaihi wa Sallam yang menyebutkan secara rinci nama-nama tersebut  demikian juga tentang berapa jumlah dari nama-nama tersebut, bahkan terjadi perselisihan yang besar diantara para ulama’ dalam masalah ini. Dinatara para ‘ulama yang melakukan penelitian secara khusus dalam masalah ini adalah Abul Wafa’ Muhammad Darwis rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Al Asma’ul Husna, demikaian juga  Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab Beliau Al Qowa’idul Mustla.
 !     Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah dalm kitab Beliau yang berjudul Tauhidul Anbiya’ wal Mursalin : “Pengikut para Nabi dan Rasul mereka itu mengikuti seluruh shifat bagi Ar Rohman yang termaktub dalam kitab Kitabul Ilahiyah (Allahu A’lam mungkin yang dimaksud dengan Kitabul Ilahiyah yaitu Al Qur’an.), yang telah sahih dari hadits-hadits Nabi Shollahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka adalah orang-orang yang mengenal nama-nama tersebut, mereka adalah orang-orang yang akal dan hati mereka paham terhadap maknanya, serta mereka beribadah kepada Allah dengan nama-nama tersebut disertai dengan ilmu dan menyakini hal tersebut sebagai akidah. Mereka juga adalah orang-orang yang mengerti dan paham terhadap konsekwensi dari nama-nama tersebut. Hal-hal ini merupakan keadaan hati mereka dan pengetahuan kerububiyahan yang berasal dari Allah Azza wa Jalla.
Maka mereka ketika menyadari bahwa Allah mempunyai shifat yang Maha Agung, Yang Maha Sombong, Yang Maha Mulia maka penuhlah hati mereka dengan rasa takut dan mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian juga ketika mereka menyadari bahwa Allah Azza wa Jalla memiliki Shifat Al ‘Izza[xix], Al Qudroh (Maha Kuasa) maka hati mereka akan merasa tunduk terhadapnya, dan merendahkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
Demikian juga jika dengan shifat Allah Ar Rohmah, Al Birr, Al Wujud, Al Karim maka akan hati mereka akan dipenuhi dengan perasaan penuh harapan dan tamak terhadap apa yang terkandung dalam shifat Allah tersebut, keutamaan-keutamaan dari Allah.
Hal yang hampir sama juga dengan shifat ilmu, pengetahuan yang meliputi segala sesuatu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala miliki maka mereka akan merasa selalu diawasi oleh Allah dalam setiap gerak gerik mereka ataupun diamnya mereka.
Dengan mengetahui makna-makna shifat-shifat Allah yang agung ini disertai dengan merealisasikannya maka diharapkan seorang hamba termasuk dalam hadits Nabi Shollallahu ‘alahi wa Sallam yang mulia :
« إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »
“Sesungguhnya milik Allah 99 nama, barang siapa yang mengahshonya maka pasti masuk surga”.[xx]
 Maka Beliau Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata : “Maka yang dimaksud dengan ihsho’ adalah dengan memahami asma’ Allah, memikirkannya, mengenalnya dan beribadah kapada Allah Ta’ala dengannya”.
Maka secara ringkas yang dimaksud dengan ahso’ adalah sebagaimana yang disampaikan di atas oleh para ulama, diantaranya adalah :
!                 Amirul Mu’minin fil Hadits Abu Abdillah Muhammad bin ‘Isma’il Al Bukhori rahimahullah berkata shohihnya[xxi] : “Yang dimaksud dengan « مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya”. Dan hal ini dikomentari oleh An Nawawi rahimahullah sebagai makna dhohir dari sabda Nabi Shollallahu ‘alahi wa Sallam « مَنْ أَحْصَاهَا ».[xxii]
!                 An Nawawi Asy Syafi’I rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan « مَنْ أَحْصَاهَا » adalah menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama tersebut serta beramal dengan isi kandungan dari nama tersebut”[xxiii].
!                 Ibnu Baththol rahimahullah berkata : “Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim [Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi hamba. Adapun shifat Allah Azza wa Jalla yang khusus bagiNya semisal Al Jabbar [Yang KehendakNya pasti menang], Al Adziim [Yang Maha Agung] maka kewajiban seorang hamba adalah menetapkan adanya shifat tersebut bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk terhadapnya, dan tidak menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang padanya ada makna janji maka kewajiban seorang hamba adalah menambatkan pada hatinya rasa harap terhadapnya, adapun apabila nama-nama tersebut padanya terkandung makna ancaman maka kewajiban seorang hamba adalah menjauhinya, menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan takut yang disertai dengan ilmu”[xxiv].
!                 Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata : “Maka yang dimaksud dengan ihsho’ adalah dengan memahami asma’ Allah, memikirkannya, mengenalnya dan beribadah kapada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengannya”.
Maka Marilah kita bergiat dalam mempelajari asma’ dan shifat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga kita dapat merealisasikan hadits Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia ini.
Allahu A’lam bish Showab…
اللهم انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وزدني علما
Wisma Al Hijroh, Sabtu 1 Rabu’ul Akhir 1428/28 Maret 2009.
Abu Halim Budi bin Usman As Sigambali
[Yang Selalu Fakir pada Robb dan Mengharap ampunanNya]

[i] Akan datang keterangan mengenai apa yang dimaksud dengan ahso, Insya Allah Ta’ala.
[ii] Syaikh Muhammmad Shubhi Hasan Halaq dalam tahqiq Beliau tentang  Subulus Salam Berkata : mudrodz ada dua, itu bisa terjadi dalam dua hal, yaitu : Mudrodz pada matan dan pada sanad. [Lihat Subulus Salam Al Maushul ila Bulughil Marom hal. 24/VII cet. Kedua, Dar Ibnul Jauzy Riyadh, KSA.]
[iii] Beliau lebih dikenal dengan nama Ibnul Arobi –dengan huruf alif dan lam- bukan Ibnu Arobi yang merupakan salah seorang pemuka ajaran sufiyah yang dikafirkan oleh banyak ulama karena penyimpangan yang dia lakukan
[iv] Lihat Subulus Salam Al Maushul ila Bulughil Marom hal. 24/VII cet. Kedua, Dar Ibnul Jauzy Riyadh, KSA.
[v] [lihat Shohih wa Dhoif Sunan At Tirmidzi hal. 796, terbitan Maktabah Ma’arif Riyadh, KSA, cetakan pertama].
[vi] Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Makna wajah telah diketahui (sebagaimana makna wajah dalam bahasa Arab) akan tetapi kaifiyahnya (bagaimananya wajah Allah) adalah suatu hal yang majhul/tidak kita ketahui sebagaimana seluruh shifat Allah, akan tetapi kita mengimani bahwasanya Allah Azza wa Jalla memiliki shifat wajah yang Allah shifati diriNya dengan shifat tersebut sesuai dengan kemulian dan keagungannya”. [Lihat Syarh Al Aqidah Al Washitiyah, hal. 184 terbitan Dar Ibnul Jauzy, Riyadh], Allahu A’lam.
[vii] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom hal. 119/VII, cet. kelima. Terbitan Maktabah Sawady, Makkah Al Mukaromah.
[viii] Lihat Mulakhos Fi Syarhi Kitabit Tauhid hal. 326 cet. pertama, terbitan Dar Ashimah, Riyadh, KSA.
[ix] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah hal. 551/V dalam Kitabul Iman, Maktabah Syamilah.
[x] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah hal. 551/V dalam Kitabul Iman, Maktabah Syamilah.
[xi] Pernyataan Beliau ini dhohirnya mengisyaratkan bahwa Beliau berpendapat seluruh asma’ dan shifat Allah I yang ada dalam Al Qur’an pasti bisa diketahui oleh hamba maknanya dan bisa memaknai kemuliannya, Allahu A’lam, pent.
[xii] Akan datang keterangan mengenai apa yang dimaksud dengan ahso, Insya Allah Ta’ala.
[xiii] Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim hal. 39/IX, Maktabah Syamilah.
[xiv] Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim hal. 39/IX, Maktabah Syamilah.
[xv] Lihat Shohih Al Bukhori no. 7392.
[xvi] Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim hal. 39/IX, Maktabah Syamilah.
[xvii] Sehingga tidaklah sama antara shifat yang ada pada Allah I dan mahlukNya. Allahu A’lam,pent.
[xviii] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom hal. 121/VII, cet. kelima. Terbitan Maktabah Sawady, Makkah Al Mukaromah.
[xix] Shifat izzahnya Allah itu tercakup dalam tiga jenis yaitu :
  • Izzatul Quwah/ Maha Perkasa.
  • Izzatul Imtina’/ Maha Kaya dan tidak membutuhkan mahlukNya.
  • Izzatul Qohri wal Gholabah/ kekuatan untuk menang dan mengalahkan, dalam artian jika Allah menghendaki sesuatu maka sekalipun seluruh hamba tidak menghendakinya namun jika Allah menghendakinya maka kehendak Allah lah yang menang.
[Silahkan merujuk pada Kitab Al Qowa’idul Hissan Al Muta’allaqotul fi Tafsiril Qur’an Syaikh Abudurrahman As Sa’di oleh  rahimahullah hal. 21 terbitan Dar Ibnul Jauzy, Riyadh, KSA atau bisa merujuk kepada terjemahan kitab tersebut yang saya terjemahkan sendiri, mudah-mudahan Allah mudahkan untuk menyelesaikannya.
[xx] Telah lewat takhrij hadits ini.
[xxi] Lihat Shohih Al Bukhori no. 7392.
[xxii] Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim hal. 39/IX, Maktabah Syamilah.
[xxiii] Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim hal. 39/IX, Maktabah Syamilah.
[xxiv] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom hal. 121/VII, cet. kelima. Terbitan Maktabah Sawady, Makkah Al Mukaromah

Minggu, 08 April 2012

Aku Mencintaimu Karena Allah (Uhibbuka Fillah)



حدثنا مسلم بن إبراهيم حدثنا المبارك بن فضالة حدثنا ثابت البناني عن أنس بن مالك
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Al-Mubaarak bin Fadhaalah, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaani dari Anas bin Maalik:
أن رجلا كان عند النبي صلى الله عليه وسلم فمر به رجل فقال يا رسول الله إني لأحب هذا
Bahwasanya seseorang sedang berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, bersamaan dengan itu ada orang yang lewat di hadapan mereka. Lantas ia menyatakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini (yang baru saja lewat)..”
فقال له النبي صلى الله عليه وسلم أعلمته قال لا قال أعلمه قال فلحقه فقال إني أحبك في الله فقال أحبك الذي أحببتني له
..maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam berkata kepadanya: “Apakah engkau telah memberitahukan hal tersebut kepadanya?” Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Hendaknya engkau utarakan kepadanya”. Maka ia langsung mengejar orang itu dan mengatakan “Inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah), orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu” (Semoga mencintaimu Dzat yang engkau mencintai aku karena-Nya).

Takhrij Hadits:
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud 5125 dalam sunannya “Bab Ikhbarir Rajuli Ar-Rajula bi Mahabbatihi Iyyah.” Hadits ini di nilai Hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud.
Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/150 dan Al-Hakim dalam Mustadraknya 4/171 dan beliau nilai shahih sanadnya. Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/140-141 dan Ibnu Hibban membawakan sanad penyerta (mutabi’) dari Al-Husain bin Waaqid, telah menceritakan kepadaku Tsaabit Al-Bunaani dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu.
Abu Ya’la dalam Musnadnya 6/162/3442 membawakan sanad penyerta dari ‘Abdullah bin Az-Zubair Al-Baahili, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaani dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu. Selengkapnya silakan merujuk As-Silsilah As-Shahihah 3253.

Uraian Sanad:
Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafidzhahullah menerangkan Muslim bin Ibraahiim adalah Muslim bin Ibraahiim Al-Faraahiidi, rawi tsiqah (terpercaya), Al-Mubaarak bin Fadhaalah, shaduq (jujur), sebagaimana dikeluarkan Al-Imam Al-Bukhari secara mu’allaq, Al-Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah juga mengeluarkannya. Adapun Tsaabit Al-Bunaani adalah Tsaabit bin Aslam Al-Bunaani, rawi tsiqah, pengarang kitab yang enam mengeluarkan riwayatnya. Dan Anas bin Maalik adalah pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, beliau salah satu dari tujuh orang yang dikenal banyak meriwayatkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam. Hadits ini merupakan “empat rawi” yang tergolong sanad paling tinggi dalam Sunan Abi Dawud. (Syarh Sunan Abi Dawud 481 – 598/Maktabah Syamilah)

Syarh atau Penjelasan Hadits:
Pernyataan “inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah) yakni semata-mata dalam rangka mencari keridhaan Allah, sebagaimana hal ini diterangkan oleh Muhammad Syamsul Haq Al-’Adzhiim Abaadi dalam ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 5125.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhus Shalihin 1/439 menerangkan. “Termasuk Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam jika engkau mencintai seseorang, engkau katakan kepadanya “sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah”. Karena pada kalimat yang demikian itu akan mempertemukan kecintaan di dalam hati, dan seorang insan jika ia mengetahui bahwa engkau mencintainya, maka ia akan membalas cintanya kepadamu.
Di samping itu hati-hati manusia memiliki kepekaan untuk saling mengenal dan saling bersesuaian, walaupun lisan-lisan mereka tidak mengutarakannya. Hal ini sebagaimana yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam sabdakan:
“Keadaan ruh-ruh itu bagaikan tentara perang yang disiagakan, apabila saling mengenal maka akan terjalin hubungan yang kompak, namun apabila saling mengingkari (tidak ada keharmonisan) maka yang terjadi adalah percekcokan.”
Akan tetapi jika mengungkapkannya secara lisan, justru akan semakin menambah kecintaan hati ia kepadamu, ketika engkau mengatakan kepadanya “inni uhibbuka fillah” sesusungguhnya aku mencintaimu karena Allah..


*dari berbagai sumber*

Rabu, 18 Januari 2012

Mengukur Jarak Bintang



Pernahkah kalian melihat langit malam hari?
Lalu apa yg kalian pikirkan saat melihat bulan, bintang, planet dan jutaan benda langit lainnya?
Kiranya kalian pernah bertanya di dalam hati tentang seberapa jauh jarak mereka ke tempat kita memandangnya.

Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km dan jarak planet terdekat dengan bumi rata-rata 42juta Km ( yaitu planet 'Venus' yg biasa terlihat sebelah timur sebelum matahari terbit).
Sedangkan untuk jarak bintang sangat jauh berbeda, sebut saja matahari yg merupakan bintang terdekat dengan bumi, jarak Matahari-Bumi adalah 149.6 juta Km atau 8,2 menit cahaya.
Kalian pasti masih ingat pelajaran fisika tentang satuan kecepatan cahaya kan? Dimana kecepatan cahaya 1 detik itu = 300.000Km. Sungguh kecepatan yg sangat luar biasa bukan!?
Berarti cahaya matahari yg kita rasakan sekarang ternyata di pancarkan 8,2 menit yg lalu, dalam arti cahaya yg dipancarkannya akan tiba di bumi setelah 8,2 menit karena harus menempuh dulu jarak sejauh 149.6 juta Km.
Lalu berapa jarak kita ke bintang lain yg slalu berkedip di langit malam?
Pernahkah kita serius berpikir bahwa boleh jadi bintang yang kita lihat cahayanya itu sudah tidak ada lagi saat ini? Ya, hal ini jelas sangat mungkin.
Di luar sana terdapat lebih dari milyaran bintang dengan jarak yg berbeda-beda. Jarak mereka bisa mencapai ratusan bahkan ribuan tahun cahaya dari mata kita. Coba bayangkan seberapa jauhnya bila kita hitung dalam satuan Km.
Gambaran bintang yang kita lihat sekarang adalah cahaya yang baru sampai ke mata kita setelah ia menempuh jarak milyaran kilometer. Dengan kata lain, cahaya yang kita lihat itu tidak lebih dari sekedar masa lalu. Bintang yang kita lihat itu bisa saja sudah tidak ada di tempatnya saat ini, bahkan bisa jadi sudah hilang, hancur atau meledak.

Lalu pernahkah kalian bayangkan bagaimana ukuran benda-benda langit itu bila di sanding dengan bumi?
Coba perhatikan gambar berikut:



*Kita masih bisa bandingkan bumi lebih besar dari planet Mars & Pluto



*Bumi terlihat lebih kecil di bandingkan dengan 'Gas raksasa' atau planet Jupiter yg merupakan planet terbesar di tatasurya



*Bumi terlihat sangat kecil bila di banding Matahari yg menjadi pusat edarnya sendiri
 

*Inilah ukuran matahari bila di sanding dengan bintang Arcturus yg berada di rasi belahan utara, Arcturus berdiameter 27x diameter matahari.
 


*Dan ini ukuran Antares yg merupakan bintang terbesar. yang mengeluarkan cahaya setara dengan 5000 Matahari. berada di rasi Scorpio, berdiameter 300x matahari. Letak Antares 604 tahun cahaya dari bumi. Itu Berarti 604 x 365 x 24 x 60 x 60 x 300,000 = 5,714,323,200,000,000 km.
Matahari yg ukuranya paling besar di tatasurya terlihat begitu kecil dibanding bintang2 lain di luar sana.

SUBHANALLOH...!!!
Betapa kecilnya bumi kita di jagad raya ini? Betapa kecilnya tanah luas, rumah megah dan barang2 mewah yg slama ini kita sombongkan? Kita hanya bagaikan setitik pasir yang tak terlihat, tapi masih saja menyombongkan dirinya dengan apa yang ia punya yang tak lebih dan tidak besar seperti pasir itu juga!
Betapa MAHA BESARNYA yg menciptakan jagad raya ini, dan betapa kecilnya diri kita di hadapanNYA
Kemana kita berlindung bila semua benda2 ciptaanNYA itu saling dibenturkan?
Kepada siapa kita memohon ? Kepada keris kah? Kepada kuburan kah? Atau kepada sebuah batu dari petirkah? Atau dari cincin yang mereka anggap ada penunggunya ? & berlindung saat DIA berkata:
"Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman" (Al Mu'min,40:59).


by : abu hafs & berbagai sumber